SUBJUDUL

Selasa, 17 Januari 2012

Ular Memangsa atau Dimangsa

Akhir Tahun 2011 yang lalu, tepatnya di kawasan perbukitan Bukit Barisan di Kecamatan Na IX-X Kabupaten Labuhan Batu Utara, yang dikenal sebagai Desa Teluk Godang, adalah tempat saya bekerja mengadu nasib mencari nafkah dengan mencoba mengalihkan profesi sementara, sebagai pembabat hutan (Pengimas) yang akan dijadikan lahan perkebunan karet milik warga keturunan tionghoa asal Kota Rantau Prapat.
Pada hari itu Minggu 25 Desember 2011, saya beserta 5 teman lainnya, berusaha mencari jalan pintas menuju tempat/lokasi yang akan kami bersihkan, jalan yang kami pilih adalah dengan menuruni alur perbukitan yang dialiri sejumlah air yang tidak begitu membahayakan. Namun perasaan sedikit berontak dalam diri saya tidak setuju dengan  menyusuri alur perbukitan itu sebagai jalan menuju lokasi kerja, karena saya berpendapat bahwa bahaya dapat saja timbul dari kondisi yang ada di hutan.
Namun dikarenakan saya sendiri saja yang tidak menyetujui hal itu, dengan perasaan berat keputusan menyusuri alur perbukitan itu dengan pahit saya terima.
Perjalanan menuju tepat kerja saya harapkan didahului oleh teman yang mengusulkan, namun harapan saya tidak dilakukan oleh teman saya tersebut. Secara hati-hati saya amati bahwa kebetulan anak saya yang sulung bekerja bersama dengan saya, dan dialah yang pertama sekali menuruni alur perbukitan itu, dari satu batu ke batu lainnya saya amati langkah anak saya tersebut cukup cekatan. Sesekali dia menunjukkan kebanggaan dirinya, ini saya perhatikan bahwa jiwa mudanya memang masih membutuhkan introspeksi diri. Saya sempat berucap padanya "jangan sombong terhadap alam, bisa saja dengan mudah segala sesuatu dapat menimpa diri kita".
Ucapan saya didengarkannya, perjalanan berlanjut. Namun kira-kira berjarak 400 meter menuju lokasi kerja, kami terhalang oleh jurang bebatuan licin dengan tumpahan air dari alur yang kami lintasi. Sejenak kami berhenti. 
Waktu berjalan terus, keputusan untuk melanjutkan perjalanan harus secepatnya dibuat. Saya berucap kepada rekan lainnya, agar membersihkan sisi jurang yang ditumbuhi pepohonan, "Dengan bantuan pohon-pohon yang ada kita dapat menuruni jurang ini." Namun ucapan saya seakan tidak membuat rekan berusaha. Karena ucapan tersebut dari saya, saya putuskan untuk mencoba, selangkah saya mencoba turun sambil membersihkan dahan pepohonan. Ketika hendak melangkah turun berikutnya, saya dikejutkan dengan tampaknya seekor ular phyton dengan ukuran yang saya anggap cukup besar. Saya kecut.... ucapan tolong.... tolong sempat berulang-ulang saya teriakkan kepada rekan-rekan. Jawaban yang sempat saya dengan dari rekan adalah. "Bacok saja ularnya". Saya hanya berdiam.Kemudian berusaha naik ke atas kembali, tapi berulang-ulang saya tergelincir lagi. Tangan saya mencoba saya angkat ke atas, agar ditarik dari tempat berdiri saya. Kemudian anak saya turun beberapa langkah berusaha menarik saya. Sesaat kemudian saya berhasil naik kembali ke atas dengan bantuan anak saya.
Melihat keberadaan ular tersebut menghalangi perjalanan kami, saya secara batin berucap agar kiranya jika ular tersebut mengganggu perjalanan kami, saya bermohon agar berangkat dari posisinya. Namun kenyataannya ular tersebut tetap berdiam diri.
Keputusan teman-teman lainnya adalah dengan menangkap ular tersebut. Ada sekitar 30 menit membahas bagaimana cara menangkap ular tersebut. Seingat saya dari teman yang sering menggunakan ular phyton untuk hiburan tarian pada jenis hiburan keyboard (organ tunggal), bahwa ular phyton adalah satwa yang tidak berbisa dan dengan mudah ditangkap dengan melemparkan baju yang kita pakai ( baju yang beraroma keringat kita ). Saya mengusulkan agar salah seorang dapat membuka bajunya untuk dijadikan pancingan kepada ular tersebut. Tetapi tak seorang pun yang ingin membuka bajunya. Saya teringat di dalam tas kerja yang saya bawa bahwa ada satu kaos yang saya bawa. Saya keluarkan dari dalam tas, dan saya serahkan untuk jadi umpan kepada ular tersebut.
Ketika pakaian itu diletakkan di kepala ular tersebut, tak ada respon yang terjadi  pada ular itu. Kemudian anak saya yang menutup kepala ular tersebut melompati keberadaan ular, juga tidak terjadi respon apa-apa dari ular. Rekan lainnya pun turut turun melompatinya. Hanya saya saja yang tidak berani dan tidak memiliki keberanian untuk itu.
Kemudian usaha penangkapan coba dilakukan. Saya meminta kepada rekan yang memiliki badan lebih kekar dan besar agar berusaha menangkap bagian kepala ular yang telah ditutupi baju kaos saya. Tetapi permintaan saya tidak dilakukannya. Anak saya yang berbadan lebih kecil berusaha, saya mencoba memperingati, jangan, namun tak diperdulikannya. Dan akhirnya..........
Ashtaghfirullah........... kepala ular ditarik dan sekitar 5 meter panjangnya.
Ashtaghfirullah........... saya berfikir habis tertutupi jika saya dililitnya.
Ular tersebut ditangkap tanpa ada berontak atau perlawanan sama sekali, bagian kepala dan ekor sudah dipegang oleh 5 orang teman kerja termasuk anak saya di bagian kepala.

Ular yang tertangkap coba kami bungkus dengan jaket milik salah satu rekan ( mandor kerja ) kami. Kemudian kami ikat dengan tanaman jalar yang ada dihutan, dan kami letakkan di bagian air terjun itu.
Perjalan menuju tempat kerja kami lanjutkan dan bekerja dengan perasaan was-was, jangan-jangan masih ada yang lain dan besar lagi, pikir saya.
Menjelang pertengahan hari hujan turun, dan kami pun diharuskan meninggalkan lokasi tempat kerja, karena kondisi hujan akan membahayakan bagi pekerja dengan longsornya perbukitan. 
Perjalanan pulang bermaksud membawa ular yang sudah kami bungkus dengan jaket. Melihat ular ditempat kami meletakkan semula, tampak jaket sudah terbuka dan ular sudah menjalar, namun karena bagian mulut dan matanya kami ikat dengan kain, ular tersebut masih berada di sekitar tempat kami letakkan.
Penangkapan dengan mudah. Kemudian ular digotong naik menuju jalan pulang.
Sesampainya di atas ( di jalan ) ular tesebut kami letakkan di atas tanah. Saya mencoba mengelusnya, ada bagian kulitnya yang sedikit cacat, dan menurut rekan bahwa ular tersebut akan berganti kulit, makanya tidak memberikan perlawanan ketika ditangkap. Ular tersebut berbaik hati, pikir saya.
Satu foto saya coba abadikan melalui kamera handpone milik saya, yaitu foto ular dan ke 5 orang yang menangkap ular tersebut.
Keterangan dalam foto di atas :
Berdiri Kiri : Rian (anak saya) (Serdang Bedagai) dibagian kepala ular, Berdiri kedua dari kiri : Budiono (Asahan), Berdiri Ketiga dari kiri Ragusti ( Serdang Bedagai ), Berdiri paling kanan : Iwan (Asahan), dan Jongkok : Anto (mandor kerja) ( Asahan ) bagian ekor.

Pasca penangkapan ular besar tersebut membuat sebagian rekan kerja lainnya, memberikan satu penilaian baik kepada kami, dan sempat ular tersebut kami buka di tempat tinggal dan disaksikan rekan-rekan lainnya.

Akhir tahun saya kembali pulang ke kampung halaman, dan berusaha membawa ular tersebut pulang. Sesampainya di rumah ( Serdang Bedagai ), salah seorang rekan menyarankan agar ular tersebut dijual untuk dimanfaat kulitnya.
Hati kecil saya tak setuju, namun karena yang menangkap bukan saya. Keinginan untuk menjualnya tak terelakkan. 
Usaha menjual ular tersebut gagal, karena orang yang biasanya membeli ular, ketika kami hubungi bahwa dia tidak menghentikan pembelian ular-ular yang dimanfaatkan kulitnya.
Sekembali dari tempat pembeli ular, saya mengunjungi kios internet dan mengunjungi http://www.rahmatgallery.com/ saya hubungi Guestbook, dan saya sampaikan keberadaan ular tersebut http://www.rahmatgallery.com/guestbook/
Akhirnya ada saran dari blog tersebut agar menginformasikan ke kebun binatang di Pematang Siantar. Saran yang baik saya anggap.
Akhirnya ular yang baik hati tersebut kami serahkan ke kebun binatang Pematang Siantar.
"Suatu saat aku dapat melihatmu lagi, ular " pikirku.

Wassalam