SUBJUDUL

Minggu, 10 Juli 2011

Jalan Lain Syiar Islam

Membaca posting berita di website  republika.co.id berjudul Radio Cendrawasih, Syiar Islam Melalui Teknologi Berawal yang menginformasikan keberadaan stasiun radio swasta di jakarta yang hingga saat ini masih eksis melaksanakan program penyiaran materi-materi pengetahuan agama Islam, penulis merasa tertarik. Hal ini disebabkan karena penulis ditetapkan sebagai sekretaris pada majelis tabligh dan dakwah khusus untuk tingkat kecamatan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sei Bamban, tempat penulis berdomisili.
Tidak itu saja yang menjadi pertimbangan penulis, pertama latar belakang pendidikan dan kemampuan praktek penulis pada bidang perangkat keras yang digunakan dalam penyiaran radio juga masih mampu diserap dan ditangani sendiri / mandiri, baik perawatan dan operasionalnya kelak.
Sejalan dengan kemampuan dan keberadaan tersebut di atas, penulis mencoba menuliskan mimpi-mimpi yang terus bergelayut pada pikiran untuk dijadikan menjadi satu rancangan yang bernilai positif ke depannya, sehingga dengan demikian didapatkan satu lagi sumber /peluang yang dapat membantu pendanaan pada gerakan amar ma'ruf nahi mungkarnya Persyarikatan Muhammadiyah di Kecamatan Sei Bamban.
Pemancar Radio, Komputer (minimal type Pentium 4), dan perangkat audio tambahan lainnya serta sumber daya listrik yang tidak begitu besar yang diambil dari sumber yang sudah ada ( rumah anggota Persyarikatan ) atau kantor Sekolah ( amal Usaha Muhammadiyah ) atau Masjid dan Musholla, dan tidak begitu besar ruangan penyiaran radio ini, jika dikalkulasikan dalam bentuk finansial merupakan hal yang masih dapat ditanggulangi dengan tanpa susah payah.
Operasional Radio nantinya diharapkan dapat menyerap beberapa iklan dan informasi umat yang benar-benar bermanfaat dan pada muaranya akan menghasilkan nilai profit bagi persyarikatan.
Disamping itu pula penyampaian nilai-nilai kebenaran kepada umat melalui siaran radio ini juga semakin cepat dan efektif, pengkaderan calon-calon mubaligh yang mampu memberikan materi kepada umat juga bisa dilakukan melalui program-program acara yang terencana.
Hal-hal lain atau kendala dalam majelis lainnya juga dapat menggunakan fasilitas radio ini untuk disampaikan kepada setiap lapisan masyarakat, sehingga ketransfaranan persyarikatan dan majelis-majelisnya dapat dikontrol.
Perkiraan sementara pada saat ini untuk membangun sebuah stasiun radio dengan cakupan areal penyiaran terbatas tak lebih dari 50 juta sebagai pembelian peralatan pemancar, sedang untuk melengkapinya maka dibutuhkan dana tak kurang dari Rp.  80 jutaan.
Sidang pembaca budiman.........
Jika pola pikir penulis terus-menerus di gunakan untuk penciptaan sektor-sektor penghimpun dana yang tidak diperhitungkan sebelumnya, maka itu bukan berarti penulis menjadi orang yang harus dipatuhi, sisi baik dan buruknya perlu mendapatkan satu ketetapa nyang  final untuk dijalankan.
Pada forum rekansmpku ini maka saya sebagai penulis mencoba membuka diri untuk menrima saran, sumbang dan infaq Pembaca  dimana saja berada.
Hanya ini yang dapat tuliskan leih dan kurang sanpkaan terima kasih
Rekeing Ni : BNI 46 CABANG KANTOR PEMBANTU TEBINGTINGGi nO 019803461 ATA Nama Penulis MARNO S.
Ats penyaluran dan yang diberikan diucapkan terima kasih.


Sabtu, 09 Juli 2011

PROGRAM SISWA LULUS ORANGTUA SISWA TERBANTU

Pada awalnya ini merupakan dari hasil mendengarkan salah seorang penyelenggara pendidikan yang ada di daerah penulis.
Pengalaman yang telah dilakukan dengan mendirikan sekolah swasta di sekitar tempat tinggal beliau telah membuahkan hasil yang cukup signifikan untuk ukuran kecamatan di sekitarnya. Fasilitas dan sarana sekolah yang ada dapat dikatakan telah mencapai rata-rata guna menghasilkan lulusan siswa yang berkualitas, begitu juga jika ada sesuatu hal yang bersifat emergensi dalam pelaksanaan program peningkatan tenaga pendidik, dan peserta didik dengan mudah sekolah yang dipimpin beliau dapat memfasilitasinya.
Pengalaman ini perlu saya tuliskan pada blog ini, sebab ada sesuatu yang menarik yang terjadi antara siswa, orangtua siswa, tenaga pendidik dan penyelenggara sekolah di dalamnya, yang menjadikan sekolah itu menjadi berkualitas hingga saat ini.
Bentuk kerjasama orangtua siswa, siswa, tenaga pendidik dan penyelenggara sekolah yang dimaksud berupa tabungan siswa berjangka. Tabungan berjangka dalam hal ini adalah tabungan yang hanya dapat ditarik oleh siswa/ orangtua siswa pada saat akhir jenjang pendidikan siswa. Semisal bagi siswa SD maka jangka waktu tabungan berjangka 6 tahun, untuk level SMP jangka waktu tabungan adalah 3 tahun, begitu juga dengan SMA berjangka waktu 3 tahun.
Tabungan ini dapat bersifat sukarela, dapat juga dilakukan dengan tabungan wajib yang kesemuanya itu dapat disesuaikan dengan keberadaan orangtua siswa, keberadaan sekolah dan kondisi-kondisi lainnya yang  berkaitan dengan pendanaan.
Mengapa mesti dengan tabungan siswa untuk meningkatkan kualitas sekolah ?
Pada masa pertama pendirian sekolah di Indonesia, di pelosok manapun itu, sekolah masih lebih dominan dibiayai pembangunannya oleh masyarakat di sekitarnya, masyarakat yang sadar bahwa pendidikan pengetahuan tidak mampu diberikan secara keseluruhan dari orangtua, masyarakat yang peduli bahwa lembaga semacam sekolah harus dibuat untuk memberikan pengetahuan yang tak dapat mereka berikan kepada anak-anaknya. Sehingga dengan berbagai bentuk partisipasi mereka, lembaga sekolah dapat diwujudkan  di tengah-tengah masyarakatnya. Dari sini dapat ditari kesimpulan bahwa peranserta orangtua siswa secara penuh telah memberikan kontribusi yang benar-benar berarti terhadap perjalanan program pendidikan di Indonesia.
Pada masa kini setiap orangtua siswa akan merasa terbebani dengan beban yang lebih berat pada saat anaknya hendak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, setelah anaknya lulus dari jenjang sebelumnya. Kebutuhan akan pakaian seragam yang sudah harus diganti, kebutuhan lain-lain yang berkaitan dengan pendaftaran anaknya. Kebutuhan alat-alat tulis dan buku-buku penunjang pendidikan anaknya, kesemuanya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini bisa menjadi salah satu sebab orangtua tidak mengabulkan permintaan anaknya untuk melanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, meskipun persentasenya tidak begitu besar, namun pada kenyataannya jika ada uang tabungan atas nama anaknya yang dapat di tarik dari sekolah asalnya, ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi orangtua siswa ataupun siswa itu sendiri, sehingga beban yang tadinya cukup berat dapat dikurangi.
Satu motto berupa kiasan bahwa “Hemat Pangkal Kaya”. Sejauh ini kiasan tersebut lebih banyak hanya tertambat sebagai motto untuk mengingatkan seseorang, lebih banyak disampaikan sebagai bentuk nasehat-nasehat baik dalam bentuk lisan maupun bentuk tulisan indah di dinding-dinding ruangan kelas. Bagi siswa memang benar tertanam kalimat itu dan mudah diingat, hal ini dapat dibuktikan apabila salah seorang siswa, kita pertanyakan atau harus menyusun kalimat peribahasa tersebut dengan kalimat yang belum lengkap. Sebagai contoh jika ada 40 siswa Kelas III SD, kita berikan soal Bahasa Indonesia dengan bentuk soal melengkapi kalimat seperti berikut   “ …………pangkal kaya”. Kita dapat memperkirakan bahwa di atas 60% dari 40 siswa tadi melengkapi kalimat tersebut dengan kata “hemat”. Ini artinya pada jiwa anak-anak telah tertanam susunan kalimat pembentuk kiasan tersebut. Namun dapatkah kita memperkirakan bahwa dari ke 40 siswa tadi yang mengerti bagaimana mewujudkan kata hemat yang menjadi jawaban-jawaban mereka.
Tidak dipungkiri bahwa setiap siswa SD pada Kelas I pada saat ini setiap hari hendak berangkat sekolah pasti meminta kepada orangtua sejumlah uang untuk jajannya di sekolah. Pihak sekolah yang telah memiliki kantin terpadu, pada dasarnya memang mendapat keuntungan lain di luar penyelenggaraan sekolah dengan adanya "uang jajan" siswa ini. Tetapi berapa besar kontribusi kantin tersebut memberikan andil kepada peningkatan kualitas sekolah?
Sebaliknya jika penyelenggara sekolah mempersiapkan sebuah segmen tabungan siswa, ada beberapa point plus yang diperoleh sekolah dan peserta didiknya, diantaranya siswa dibiasakan mewujudkan kata “hemat” secara teratur, siswa tidak terbebani oleh pola konsumtif, sebab jajanan adalah salah satu pembentuk kepribadian konsumtif. Pada akhirnya yang terbiasa berhemat “menabung” akan beroleh hasil yang lebih maksimal dari yang lain. Dengan demikian setelah penyelenggaraan pertama sekali akan timbul niat berlomba-lomba bagi siswa untuk mendapatkan hasil yang lebih di akhir masa pendidikan pada jenjangnya.
Sebagaimana disebutkan di atas tadi bahwa pola tabungan siswa adalah pola jangka 6 tahun bagi siswa SD dan 3 tahun bagi siswa SMP dan SMA.
Kita asumsikan untuk setiap siswa SD Kelas I, dibekali uang jajan oleh orangtuanya sebesar Rp 1.000,-  setiap berangkat ke sekolah. Dan rata-rata uang jajan tersebut habis dibelanjakan olehnya sekembalinya dari sekolah, namun ada juga sebagian siswa yang telah dididik orangtuanya hanya menggunakan Rp. 500,- untuk jajannya di sekolah, dan sisanya disimpan sendiri lewat pengawasan orangtuanya.
Untuk kasus siswa yang kedua ini dapat kita ambil satu contoh terbaik, atau pihak sekolah dapat mengambil bahan ajar yang baik dari orangtua siswanya. Dan secara terpadu merencanakan, menyelenggarakan dan mengawasi tabungan wajib siswa. Dengan minimal tabungan wajib Rp. 500,- per siswa per hari belajar. Dapat dibayangkan jika telah terkumpul tabungan siswa tersebut pada tahun ke 6, tahun dimana siswa tersebut lulus dari jenjang SD. Asumsi kedua misalnya dalam satu tahun ajaran terdapat 220 hari belajar efektif, maka setiap tahun setiap anak akan menabung sebesar Rp. 110.000,- dan pada tahun ke enam akan beroleh tabungan sebesar Rp. 660.000,- . Satu angka yang cukup membantu bagi orangtua untuk membiayai anaknya di jenjang berikutnya.
Jika seorang tenaga pendidik atau penyelenggara sekolah cukup kreatif, maka pada saat anak berada kelas II, III, IV, V dan enam dapat memberikan nilai patokan tabungan wajib lebih besar dari Rp 500,- maka nilai akhir yang didapat orangtua siswa dan siswa akan lebih besar dari hitungan semula.
Asumsi ketiga, jika setiap kelas pada sekolah yang menyelenggarakan program tabungan ini berjumlah 40 siswa ( angka ideal ), dan dengan tabungan wajib Rp. 500,- maka setiap tahunnya sekolah akan memiliki kas tabungan siswa sebesar  Rp 110.000 x 40 x 5 = Rp. 22.000.000,- suatu angka yang cukup mencengangkan. ( Bagaimana jika siswa menabung lebih besar dari Rp 500 ? )
Dana kas siswa sebesar itu tentunya dapat digulirkan oleh sekolah untuk menutupi beban-beban yang bersifat urgen dalam peningkatan kualitas sekolah. Dana tersebut bersifat bantuan dan orangtua siswa perlu diberikan arahan tentang manfaat Program Tabungan Siswa bagi Siswa, bagi Orangtua dan bagi Tenaga Pendidik dan bagi Sekolah sendiri. Dengan demikian terjadilah kerjasama yang baik, mandiri dan tepat guna bagi pengembangan pendidikan di masa-masa mendatang.
Gambaran yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Program tabungan Siswa ini adalah Penyelenggara Sekolah ( lembaga yang dibetuk tersendiri oleh tenaga pendidik ) harus professional dan transfaran kepada siswa/ orangtua siswa  setiap tahunnya dengan memberikan laporan keuangan tabungan anaknya.
Dengan pemisalan pada jenjang SD di atas, maka tidak tertutup kemungkinan Program Tabungan Siswa ini juga dilakukan untuk jenjang SMP dan SMA di mana saja berada di Indonesia ini, baik swasta maupun negeri, sehingga nantinya sekolah-sekolah di Indonesia akan berdiri mandiri di tengah-tengah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena tidak tertutup kemingkinan bahwa lembaga sekolah SD, SMP dan SMA juga akan menyerap tenaga-tenaga ekonomi dari masyarakat, sehingga menjadi salah satu lembaga yang membantu mengatasi pengangguran yang semakin hari semakin besar jumlahnya.
Demikian kesimpulan hasil pembicaraan penulis dengan salah seorang penyelenggara di daerah penulis dan pengembangan pemikiran penulis. Satu ingatan penulis bahwa sebelum adanya sekolah-sekolah negeri di Negara tercinta ini, bahwa masyarakat berbondong-bondong berperanserta memberikan sumbangan pikiran, tenaga dan harta agar anak-anak Indonesia dapat menikmati pendidikan guna menggali ilmu pengetahuan. Ada yang membeikan hasil panen padinya satu kaleng stiap panennya, ada yang memberikan tepas untuk dinding bangunan sekolahnya, ada yang menjadi tukang dalam membangun dan memperbaiki sekolah dengan tanpa digaji. Itu semua berupa angan-angan dan usaha mereka bahwa anak-anak mereka harus lebih baik dari dirinya sendiri.
Semoga tulisan kecil ini bermanfaat bagi kita semua.