SUBJUDUL

Jumat, 24 Juni 2011

SUDAH SIAPKAN MENERIMA KEHANCURAN DARI ALLAH SWT?

Sebelum menjawab pertanyaan dalam bentuk judul tulisan, sekelumit saya kutip sebuah tulisan tentang kisah terdahulu, yang berpedoman dari salah satu kandungan Al Qur’an sebagai berikut :

"Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah mereka kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu" (QS. Al-Faathir, 35:42-43).

Kisah Pompeii pada masa kekaisaran Romawi ;

Pompeii adalah simbol dari degradasi akhlaq yang dialami kekaisaran Romawi, merupakan  pusat perzinaan dan homoseks. Nasib Pompeii mirip dengan kaum Nabi Luth. Kehancuran Pompeii terjadi melalui letusan gunung berapi Vesuvius. Gunung Vesuvius adalah simbol negara Italia, khususnya kota Naples. Gunung yang telah membisu sejak dua ribu tahun yang lalu itu juga dinamai "The Mountain of Warning" (Gunung Peringatan). Tentunya pemberian nama ini bukanlah tanpa sebab.
Di sebelah kanan gunung Vesuvius terletak kota Naples, sedangkan kota Pompeii berada di sebelah timur gunung tersebut. Lava dan debu dari letusan maha dasyat gunung tersebut yang terjadi dua milenia yang lalu membumihanguskan penduduk kota. Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung. Aktifitas yang dilakukan penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih tertinggal persis sama seperti ketika bencana tersebut terjadi dua ribu tahun yang lalu, seolah-olah waktu tidak bergeser dari tempatnya.


Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang demikian dahsyat tentunya bukan tanpa maksud. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kota tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan kemungkaran. Kota tersebut dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi perzinahan atau prostitusi. Saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak diketahui. Organ-organ kemaluan pria dengan ukurannya yang asli digantung di pintu tempat-tempat pelacuran tersebut. Menurut tradisi ini, yang berakar pada kepercayaan Mithraic, organ-organ seksual dan hubungan seksual sepatutnya tidaklah tabu dan dilakukan di tempat tersembunyi; akan tetapi hendaknya dipertontonkan secara terbuka.

Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling menarik dari peristiwa ini adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap tersebut, wajah mereka terlihat berseri-seri. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan terawetkan pada detik tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang paling mengagetkan adalah terdapat sejumlah pasangan yang berkelamin sama, dengan kata lain mereka melakukan hubungan seks sesama jenis (homoseks). Ada pula pasangan-pasangan pria dan wanita yang masih ABG. Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan.
Dalam konteks ini, terdapat aspek dari bencana yang sangat sulit untuk dimengerti dengan akal sehat dan pengetahuan manusia. Bagaimana bisa terjadi ribuan manusia tertimpa maut tanpa melihat dan mendengar sesuatu apapun?
Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Alqur'an, sebab Alqur'an secara khusus mengisyaratkan "pemusnahan secara tiba-tiba" ketika mengisahkan peristiwa yang demikian ini. Misalnya, "penduduk suatu negeri" sebagaimana disebut dalam surat Yaasiin ayat 13 musnah bersama-sama secara keseluruhan dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut: "Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati." (QS. Yaasiin, 36:29)

Di surat Al-Qamar ayat 31, pemusnahan dalam waktu yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan: "Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang."
Kematian masal penduduk kota Pompeii terjadi dalam waktu yang sangat singkat persis sebagaimana adzab yang dikisahkan dalam kedua ayat di atas.
Kendatipun semua peringatan ini, tidak banyak yang berubah di wilayah di mana Pompeii dulunya pernah ada. Distrik-distrik Naples tempat segala kemaksiatan tersebar luas tidaklah jauh berbeda dengan distrik-distrik bejat di Pompeii. Pulau Capri adalah tempat di mana para kaum homoseksual dan nudis (orang-orang yang hidup telanjang tanpa busana) tinggal. Pulau Capri diiklankan sebagai "surga kaum homoseks" di industri wisata. Tidak hanya di pulau Capri dan di Italia, bahkan hampir di seantero dunia, kerusakan moral tengah terjadi dan sayangnya mereka tetap saja tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman pahit yang dialami kaum-kaum terdahulu.
Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan Gommorah, yakni kaum Nabi Luth as, sangatlah mirip dengan bencana yang menghancurkan kota Pompeii.
Tulisan di atas dikutip dan diintisarikandari http://www.suaramedia.com
Dengan bercermin dari salah satu pengingkaran terhadap Al Qur’an  sebuah perbuatan maksiat secara massal pada kisah tersebut di atas, bagi kita yang berpikir sehat, “Adakah tindakan kita tidak melanggar ketentuan Allah yang terkandung dalam Al Qur’an ?”
Sudah beberapa bencana yang terjadi di Indonesia yang menelan korban tidak sedikit, Jika kita tilik apa aktifitas umat sebelum terjadinya bencana di daerah tersebut memang tidak seperti perbuatan secara massal yang dilakukan Kaum Pompeii dengan kemaksiatannya. Tetapi jika kita mau bersadar diri, sebenarnya tidak sedikit perbuatan yang telah menyimpang bahkan menentang petunjuk Allah dalam Al Qur’an. Bentuk pengesahan kebatilan. Kesombongan dengan kepemilikan materi yang dianggap telah dapat menguasai orang lain, memutarbalikkan aturan dan hanya mau menggunakan aturan kemauan sendiri saja, menghalalkan tindakan yang haram dan mengharamkan yang halal dilakukan secara jemaah pula, membuat pengakuan tobat secara massal tetapi tetap melakukan perbuatan yang dimintai tobat, bukankah ini bentuk mempermainkan sang Khalik?
Kabar tentang ini sudah bertebaran melalui televisi dan surat kabar beberapa tahun yang lalu sebelum bencana di Indonesia itu terjadi. Kaum ulama “yang dijadikan teladan” tidak lagi menciptakan keteladanan dirinya. Bertopeng dengan profesi baiknya tetapi melakukan tindakan tercela dan disembunyikan.
Bukankah hal tersebut terjadi hampir di setiap lapisan kehidupan masyarakat dan perkumpulan (organisasi).
Padahal jika ditilik bahwa dasar-dasar melakukan itu semua belum ada apa-apanya di mata Allah.
Bagi kaum tertindas “yang melakukan aturan Allah dengan benar”, sebenarnya bencana demi bencana tersebut adalah cara terbaik, meskipun mereka menjadi korban di dalamnya, sebab kematian diri bagi orang yang menjalankan aturan Allah adalah bentuk penyelamatan dari Allah agar mereka terhindar dari perbuatan yang semakin merajalela dilingkungannya. Bukankah kehidupan di dunia hanya bersifat sementara, hidup dalam masa penantian menuju kehidupan abadi, yang ghaib milik Allah.
Hanya ini tulisan yang penulis anggap dapat dijadikan cermin agar kita dapat menyelamatkan diri dari kesesatan di akhirat kelak. Ada ketidakmampuan penulis yang paling besar yaitu merubah orang lain, sebab perubahan hanya dapat dilakukan oleh diri sendiri.
Jika berkenan : Mari sama-sama kita gali, kita pelajari dan kita jalankan berbagai petunjuk Allah SWT dalam Al Qur’an, sesuai dengan petunjuk yang benar As Sunnah Rasulullah SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar